BSIP Bali Gelar Bimtek Komoditas Kopi Arabikadi Petang Badung
Badung - Dalam rangka diseminasi standar instrumen pertanian, BSIP Bali menyelenggarakan bimtek komoditas kopi arabika bertempat di BPP Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Selasa (14/11).
Bimtek dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung , Kepala BSIP Bali, Karantina Pertanian Denpasar, Koordinator BPP Petang , PPL Petang, Asosiasi Kopi Indonesia Provinsi Bali, Yayasan Bakti Petani Nusantara, dan petani kopi dari 10 subak abian Se-Kabupaten Badung sebagai peserta.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, Dr. I Wayan Wijana, S.sos, M.Si, dalam sambutannya mengatakan komoditas kopi memiliki potensi yang cukup besar. “ Kita punya luas tanam kopi 1.400 Ha, didukung dengan kualitas grade A dan cita rasa yang bagus,” terangnya.
Dalam sambutan Kepala BSIP Bali Dr. drh. I Made Rai Yasa, MP, mengungkapkan saat ini potensi pasar komoditas kopi berada pada tren positif, hal ini didasari oleh jumlah outlet yang terus meningkat. Begitu juga dengan potensi ekspor komoditas kopi yang mengalami tren positif.
Namun menurutnya dengan potensi yang ada, permasalahan yang dihadapi saat ini luas tanam kopi yang terus menurun. “Kalau dari segi produktivitas, kita di Bali masih di bawah rata-rata nasional, yakni 827 kg/Ha, sedangkan di Bali 562 kg/Ha,” terangnya. “Sebanyak 82% tanaman kopi sudah berumur tua dan 6% rusak, hal inilah yang menyebabkan produktivitas kopi di Bali rendah,” sambungnya.
Narasumber dari BSIP Bali, I Wayan Sunanjaya, SP, menyampaikan materi tentang aspek budidaya kopi. Disebutkan komponen teknologi budidaya kopi terdiri dari klon, pengelolaan kesuburan, sistem pangkasan, pengelolaan penaung, pengendalian OPT, dan pengairan. “Klon kopi adaptif diantaranya Andung sari, 5795, dan Kopyol,” imbuhnya.
Ir. Dwi Atmika Arya Rumawan, MM, narasumber dari Aski Bali menerangkan bahwa peran kopi tidak hanya dari segi ekonomi namun berperan juga dari segi ekologi, sosial, dan lingkungan. “Salah satu upaya untuk mempertahankan eksistensi usaha tani kopi ialah subsidi intensif,” ujarnya.
Narasumber dari Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, Putu Shinta Devi, SP, MP, menyampaikan persyaratan khusus dari negara tujuan ekspor kopi, selain melengkapi persyaratan karantina, seperti Maroko juga mensyaratkan sertifikat kesehatan yang dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Provinisi setempat. "Untuk Uni Eropa, mensyaratkan bebas cemaran residu Chlorpyrifos & Chlorpyrifos methyl dengan batas 0,01 ppm dan Glyphosate dengan limit 0,05 mg/kg sedangkan untuk Jepang, mensyaratkan bebas cemaran residu Isoprocarb tidak melebihi 0,01 ppm yang sejauh ini kopi dari Bali belum pernah ditemukan cemaran ini,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan syarat ekspor ke China para eksportir kopi harus terdaftar dan teregistrasi di GACC (karantina dan bea cukainya China), “Untuk mengetahui persyaratan karantina lainnya dapat diakses melalui aplikasi SIRAKA di play store,” tutupnya.